FORUM KELOMPOK PENGGUNA LINUX TEGAL
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.
Search
 
 

Display results as :
 


Rechercher Advanced Search

Latest topics
» TOKO JUAL OBAT ABORSI AMPUH 081220580097 | MARKETABORSI.COM
Pemuda Open Source EmptyThu Dec 10, 2015 2:40 pm by masima01

» Kumpul KPLI TEGAL 31 Desember 2013
Pemuda Open Source EmptyFri Jan 03, 2014 2:15 pm by agoenk

» Refresing KPLI TEGAL ke Suniarsih
Pemuda Open Source EmptyTue Dec 31, 2013 10:03 am by agoenk

» Cara Sharing Folder di Linux
Pemuda Open Source EmptySat Nov 30, 2013 12:35 pm by agoenk

» Ulang Tahun KPLI TEGAL yang ke 6
Pemuda Open Source EmptyThu Nov 28, 2013 3:31 pm by agoenk

» Kumpul KPLI TEGAL di Warung Pecel Procot Slawi
Pemuda Open Source EmptyThu Nov 28, 2013 3:04 pm by agoenk

» Kumpul KPLI TEgal di Widuri Pemalang sebagai Undangan Dari Member KPLI Pemalang
Pemuda Open Source EmptyThu Nov 28, 2013 2:15 pm by agoenk

» Mempercepat Linux pada Komputer
Pemuda Open Source EmptyFri Sep 13, 2013 1:50 pm by agoenk

» Rapat Kerja KPLI TEGAL 8 September 2013
Pemuda Open Source EmptyThu Sep 12, 2013 8:41 am by agoenk

March 2024
MonTueWedThuFriSatSun
    123
45678910
11121314151617
18192021222324
25262728293031

Calendar Calendar


Pemuda Open Source

Go down

Pemuda Open Source Empty Pemuda Open Source

Post by ademalsasa Mon Jan 10, 2011 5:18 pm

Kawan-kawan sesama pendukung open source, saya punya sedikit ide mengenai open source untuk Indonesia. Saya ambilkan dari blog saya.
Posting asli ada di http://malsasa.co.cc/pemuda-open-source. Ada juga versi presentasi PDF-nya di http://malsasa.co.cc/presentasi-open-source/. Semoga bermanfaat.

Agenda besar! Akhirnya saya punya agenda besar! Setelah peras otak selama beberapa bulan, setelah begitu banyak hal yang saya alami, kini saatnya saya bawakan hasilnya kepada Anda. Rasanya sudah sangat lama saya menunggu. Tidak perlu lain kata lagi. Agenda besar itu adalah mengajak pemuda-pemuda Indonesia untuk open source.

Saya mulai dari anak-anak brilian yang saya temukan. Sebenarnya sudah sejak lama saya tahu bahwa semua anak punya potensi. Tetapi itu hanya sebatas pemikiran saja. Saya sebetulnya tidak pernah tahu pasti potensi sehebat apa yang ada di anak-anak. Tetapi kali ini saya menyaksikan sendiri potensi besar anak-anak. Saya sangat terkesima ketika melihatnya. Anak-anak yang saya maksud di sini adalah pemuda-pemuda Indonesia. Pertanyaannya: apa yang brilian dari mereka?

Hilang Arah
Kemauan besar. Ini modal yang sangat bagus untuk melangkah ke depan dalam rangka membangun Indonesia. Dari kemauan besar itu lahir semangat-semangat besar. Semangat besar itu yang sangat saya perhatikan dari mereka. Mereka mengebu-gebu, bergairah, penuh semangat! Ada satu hal lagi yang amat berharga dari mereka: bakat. Mereka memiliki bakat hebat masing-masing. Ada bakat yang terlihat jelas dan ada pula yang (samar) terpendam. Jelas ataupun samar bukan masalah. Masalahnya cuma:

Mereka tidak punya arah.

Setidaknya itu yang saya sorot dari perkenalan saya dengan Aliansi Cakrawala. Kesimpulannya, jika anak-anak Aliansi Cakrawala demikian, berarti kurang lebih demikian pula kondisi anak-anak lain di Indonesia. Atau bahkan malah ada yang lebih parah.

Dalam menjelaskan “arah” di sini, saya membuat patokan bahwa yang saya maksud tidak punya arah itu berarti
1. bosan dengan sekolah
2. bosan dengan hidup yang biasa saja
3. ingin diperhatikan
4. ingin diakui
5. ingin dipuji
6. tidak tahu potensi diri
7. tidak tahu bakatnya sendiri
8. tidak tahu apa yang harus dilakukan
9. tidak mampu mengendalikan emosi
10. menganggur jika tiada kegiatan sekolah
11. menghabiskan waktu untuk Facebook
12. main sms untuk membuang bonus pulsa
13. diam walau tahu negri ini butuh banyak sekali perbaikan
14. membiarkan komputer/laptop menganggur
15. menggunakan komputer/laptop hanya untuk main game tanpa berpikir
16. menghabiskan uang hanya untuk main permainan daring/game online
17. membuang waktu
18. bercanda+bercanda+bercanda
19. menghina/mencerca/mengejek orang lain
20. tidak hafal Pancasila
21. menyingkat kata-kata ketika menulis
22. gengsi
23. gila harta
24. tidak punya kemauan menulis
25. sering bingung/bimbang
26. manja
27. malas
28. tidak tahu bahayanya minuman beralkohol/rokok/narkotika.
Itu cukup untuk menggambarkan keadaan pemuda-pemuda Indonesia kini. Apakah Anda merasa memiliki salah satu dari gejala di atas?

Kenyataan bahwa pemuda kita tidak punya arah adalah hasil dari sebuah kesalahan besar: mereka tidak punya hasrat. Hasrat yang saya maksud di sini ialah kemauan untuk membangun negri ini. Ya, kemauan yang semestinya ada dalam diri tiap-tiap pemuda. Minim sekali orang yang peduli untuk mengingatkan atau mengarahkan pemuda-pemuda agar melakukan hal positif semisal pemrograman dan maksim sekali orang yang tidak peduli atau malah memengaruhi pemuda agar enak-enakan mabuk atau tawuran. Kalau pemuda sudah punya kemauan kuat, ia pasti tergerak untuk melaksanakan kemauannya itu. Idealnya kemauan itu ya kemauan untuk melakukan “sesuatu” yang berguna. Nah, bagaimana pemuda bisa punya kemauan kalau mereka tidak mengerti apa yang harus mereka lakukan? Atau setidaknya potensi yang ada dalam diri mereka? Saya kenal anak-anak Aliansi Cakrawala yang otaknya (?) jenuh karena kepentingan sekolah yang menghimpit mereka untuk mengembangkan bakat. Seperti itulah (atau malah lebih parah) kondisi pemuda-pemuda kita saat ini.

Saya perjelas lagi. Tiga hal ini saling berkaitan: kemauan, pengetahuan, dan rasa suka. Kemauan yang dimaksud adalah kemauan untuk melakukan sesuatu. Pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan mengenai apa yang akan dilakukan. Rasa suka yang dimaksud adalah rasa suka akan apa yang dilakukan, dipicu/memicu kedua hal sebelumnya.

Kalau memang kita mau pemuda melakukan “sesuatu” ya, buatlah mereka suka dulu akan sesuatu itu. Misalnya saja kita ingin mereka turut serta menjaga lingkungan. Ya buatlah agar mereka punya alasan untuk itu dengan jalan menjadikan mereka suka lingkungan. Nah, bagaimana bisa suka kalau pengetahuan tentang lingkungan saja tidak mereka miliki? Bagaimana mereka tahu jika mereka tidak mau? Yap, itu contoh keterkaitannya. Sekarang saya jelaskan dengan contoh nyata kepada Anda.

Tawuran
Adanya tawuran di antara pemuda itu karena apa? Karena mereka mencari jati diri. Mereka bimbang dan akhirnya kehilangan arah. Proses mencari jati diri mereka itu sebenarnya hanya permintaan sederhana: perhatian, pengakuan, dan pujian. Mereka melakukan identifikasi diri tentang pertanyaan sederhana “siapa saya?”. Kemudian mereka melakukan mimesis terhadap lingkungan yang brutal, terbentuklah geng lalu muncul perkelahian dan akhirnya tawuran. Mereka tidak memiliki arah yang kuat (kemauan) lalu lingkungan yang juga hilang arah memengaruhinya hingga akhirnya dorongan yang tersisa dalam diri mereka adalah perang. Namun perang ini bukanlah perang yang sehat. Tidak bermakna karena hanya menyisakan kehancuran bagi diri mereka sendiri. Poin pentingnya adalah hanya gara-gara ingin diperhatikan, diakui, dan dipuji, pemuda melakukan tawuran yang sebetulnya tidak perlu ada. Perhatikan betapa besar energi yang dikeluarkan untuk tawuran. Perhatikan pula dampak yang timbul karena tawuran. Apa tidak sebaiknya tenaga sebesar dan sekuat itu diarahkan ke kegiatan lain? Ya. Jadi apa yang sebaiknya dilakukan pemuda? Arah apa yang harus ditempuh? Nah, sabar dulu. Saya lanjutkan nanti.

Facebook
Beranjak ke Facebook. Saya soroti ini karena ini sangat populer di kalangan pemuda yang tidak punya arah. Coba sebentar renungkan. Buat apa Facebook? Buat apa pemuda-pemuda kita menghabiskan lebar pita sebegitu besarnya tiap hari hanya untuk ber-facebook ria?Cuma mengobrol, menulis komentar-komentar tidak mutu, lomba unggah foto, menulis wall dengan enkripsi tidak cerdas, dan lain-lain. Dari semua itu saya tanya: buat apa? Lagi: apa maknanya? Tiada. Hal serupa dari gejala tawuran pemuda adalah permintaan akan: perhatian, pengakuan, dan pujian. Inilah yang pemuda kita lakukan dengan Facebook. Sebenarnya bukan mencari teman sasaran utama ber-facebook ria namun justru mencari perhatian dari orang lain. Itulah kenapa semua pemuda gemar menulis komentar-komentar, menyingkat kata-kata, lomba unggah foto, mengetag foto, memberi nama profil dengan ejaan sendiri, dan lain sebagainya. Saya pertegas: Facebook hanya media untuk memperoleh perhatian bagi para pemuda. Akibatnya? Lebar pita internet habis buat ber-facebook, waktu untuk berkegiatan habis, kesempatan berpikir habis, dan semua menjadi sia-sia belaka. Facebook itu boros lebar pita! Tiada manfaat buat diri mereka sendiri. Selama ini minim sekali orang yang mau mengarahkan pemuda-pemuda untuk memakai Facebook sebagai sarana yang manfaatnya konkret. Apa tidak sebaiknya lebar pita buat Facebook-an digunakan untuk yang lain? Apa tidak sebaiknya waktu untuk Facebook-an dialihkan buat kesempatan berpikir? Apa tidak sebaiknya pemuda Facebook diarahkan untuk sesuatu yang lebih berguna daripada Facebook? Ya. Jadi apa yang semestinya dilakukan oleh pemuda? Sabar. Masih ada contoh lainnya.

Malas
Apakah Anda setuju dengan anggapan “malas adalah penyakit semua pemuda”? Apa Anda pikir kemalasan itu buruk? Ya. Tetapi apa Anda pernah berpikir mengapa kemalasan ada di pemuda-pemuda kita? Jawabannya adalah karena mereka tidak punya arah. Kalau mereka punya arah yang kokoh, tentu mereka tidak akan malas. Jadi arah apa yang semestinya ditempuh oleh mereka?

Saatnya penjabaran. Tawuran terjadi karena pemuda tidak tahu kerjaan lain yang lebih enak daripada tawuran. Coba kalau kegiatan tawuran diganti dengan belajar pemrograman. Wah, mantap! Kalau pemuda diarahkan untuk pemrograman, pasti mereka tidak akan punya kemauan untuk tawuran dan energi untuk tawuran akan beralih ke pembuatan kode-kode program. Ini sangat positif!

Facebook? Sia-sia belaka. Facebook itu boros lebar pita! Coba kalau lebar pita buat Facebook dialihkan buat join milis. Wah, hebat! Sudah hemat, dapat banyak teman, dapat pengalaman, dapat ilmu pula! Bermanfaat pula kiranya jika Facebook dipakai secerdas mungkin untuk berlatih menulis, berbincang dengan orang seperti Bruce Perens, mencari nafkah, atau setidak-tidaknya berpikir. Namun yang terjadi justru sebaliknya karena pemuda-pemuda kita belum tahu arah.

Mengapa pemuda kita malas belajar? Karena mereka tidak punya alasan untuk belajar. Itu saja. Coba kalau ada orang yang rela memoles pelajaran menjadi sesuatu yang kuat alasannya bagi pemuda untuk mempelajarinya, pasti tidak akan ada pemuda yang bolos, ngelimbung, atau malas. Semua bakal semangat belajar (karena punya alasan) dan tiada hari tanpa belajar. Sampai-sampai “sehari tanpa belajar adalah mati” menjadi semboyan. Belajar di sini lebih saya titikberatkan pada subjek nonformal bukannya subjek formal seperti sekolah. Saya sangat percaya kalau kita punya subjek nonformal yang “lebih kuat”, maka pelajaran sekolah seakan tidak berbobot dan dapat dipelajari secepat mungkin karena ada alasan kuat untuk lebih banyak belajar yang nonformal. Ini sangat bagus untuk membangun mental pemuda-pemuda kita.

Apa yang terjadi ketika budaya kita dimalingi oleh bangsa lain? Kita kesal? Kita marah? ya. Tetapi kenyataannya? Kita sendiri enggan melestarikan budaya sendiri. Saya bohong? Coba ingat: bahasa daerah tidak lagi diajarkan di SMA/SMK diganti dengan bahasa asing. Dengan rasa bangga terhadap bahasa asing, kita sangat sering menghina bahasa kita sendiri: tidak keren. Terus, kalau sudah begini, kita berharap budaya kita aman dari maling bangsa-bangsa? Tidak bisa. Lihat realita. Kita sangat bangga dengan Naruto, One Piece, Pokemon, Gundam, Bleach, dan Death Note yang bukan hasil budaya kita. Kita lupa kekayaan budaya kita sendiri. Mengapa?

Kesimpulan dari semua contoh yang saya paparkan tadi hanyalah paradigma kita masih:

KONSUMSI > PRODUKSI

Kalau mau jadi bangsa yang baik ya, harus percaya diri. Bukan malah bangga dengan produk budaya luar negeri saja. Intinya? Kita harus mengubah paradigma kita menjadi:

PRODUKSI > KONSUMSI

Ya! inilah kunci Renaissance. Revolusi! Ini akan saya jelaskan di bagian pengayaan.

Perbandingan 'Daripada x, Lebih Baik y'
Kemudian apa lagi? Tentu di sini saya akan ajak Anda mendekati arah yang saya maksudkan. Sebelum memasuki pembahasan kegiatan open source, saya sodorkan berbagai kegiatan untuk dijadikan bahan renungan sejenak.

Daripada berkelahi, lebih baik belajar bikin animasi.
Daripada tawuran, lebih baik belajar pemrograman.
Daripada bengong, lebih baik belajar Inkscape.
Daripada buang lebar pita untuk Facebook, lebih baik saling membantu di IRC #blankon.
Daripada mengoceh tanpa makna di Facebook, lebih baik kita mengikuti milis open source.
Daripada lomba unggah foto, lebih baik lomba membuat tutorial.
Daripada menganggur, lebih baik menerjemahkan antarmuka aplikasi di Launchpad.
Daripada Facebook-an, lebih baik DeviantART-an.
Daripada buang-buang lebar pita untuk hal tidak berguna, lebih baik join ke milis tanya-jawab@linux.or.id. <19 Desember 2010: 11.00>
Daripada membiarkan laptop menganggur, lebih baik menulis artikel tentang open source.
Daripada diam saja, lebih baik belajar modeling 3D dengan Blender.
Daripada tidak mengerti apa-apa, lebih baik belajar C++.
Daripada tidur-tiduran, lebih baik membaca artikel/tutorial/presentasi open source.
Daripada malas-malasan, lebih baik belajar menulis sesuai EYD.
Daripada cuma mengkritik keadaan ekonomi negara ini, lebih baik kita belajar cari uang sendiri.
Daripada mengunduh film-film ilegal, lebih baik kita mendaur ulang korek api gas jadi sepeda motor.
Daripada manja, lebih baik mandiri.

Intinya adalah:

Daripada melakukan hal-hal tidak berguna, lebih baik kita ikut serta mengembangkan open source.

Alasan Saya Mengajak
Saya pikirkan itu karena saya lihat begitu banyak potensi teman-teman saya (pemuda-pemuda Indonesia) yang sia-sia karena mereka tidak tahu apa dan bagaimana yang harus mereka lakukan. Saya lihat banyak teman-teman melakukan tawuran, perkelahian, penyalahgunaan narkotika, bolos sekolah, pembuangan uang, pembuangan waktu, pembuangan lebar pita, kerapatan frekuensi tidur, banyaknya kebimbangan, banyaknya pemuda yang memberontak, banyaknya pemuda yang tidak peduli pada negaranya sendiri, dan hal negatif lainnya. Saya sadari itu disebut kenakalan oleh generasi tua. Dalam tulisan ini pun saya lebih banyak menyoroti anak nakal. Saya sadari pula kalau sekarang cuma sekadar ngomong tidak akan bermakna, karena itu saya menulis.

Mengapa saya lebih banyak menyoroti anak nakal? Karena saya tahu persis bahwa semua anak-anak nakal punya energi besar. Bisa ditebak, karena saya sendiri juga anak nakal. Saya sadar ada banyak sekali anak nakal (anak yang tidak punya arah) di negri ini. Jadinya kalau dijumlahkan akan menjadi sangat besar energi yang tersedia. Saya pikir, energi dan semangat sebesar itu sia-sia kalau cuma dipakai tawuran atau Facebook-an belaka. Lebih baik energi dan semangat sebesar itu diarahkan ke

pengembangan open source.

Kena! Inilah maksud saya sesungguhnya. Mengajak pemuda-pemuda Indonesia untuk bergotong-royong mengembangkan open source. Baiklah. Untuk Anda yang punya rasa ingin tahu besar, silakan baca dulu pengetahuan dasar mengenai open source. Untuk Anda yang tidak sabaran, langsung saja baca penjabaran arah yang saya agendakan sejak awal ini.

Temu Arah
Inilah bagian inti dari keseluruhan tulisan. Berikut ini arah yang saya inginkan untuk diambil oleh pemuda-pemuda Indonesia yang hilang arah ataupun yang merasa sudah punya arah.

Pengembangan BlankOn
Pengembangan BlankOn mutlak membutuhkan banyak energi. Melihat pemuda-pemuda kita yang tenaganya besar-besar, saya rasa lebih dari cukup kalau mereka diarahkan untuk jadi tim pengembang BlankOn. Kalau kita pikir pengembangan sebuah sistem operasi seperti BlankOn membutuhkan kemampuan pemrograman, tidak salah. Memang itu dibutuhkan dan kenyataannya masih sedikit pemuda kita yang sanggup memrogram. Tetapi ingat talk less do more. Kalau kenyataan berkata “kemampuan pemrograman kurang” terus kita ingin banyak yang mampu memrogram, terus apa yang kita lakukan? Cuma diam? Cuma ngomong? Bergerak! Bagaimana caranya supaya anak-anak negri ini punya kemampuan pemrograman! Ya, ajaklah mereka untuk menjadi pengembang BlankOn. Biar mereka tergerak untuk mempelajari pemrograman sambil jalan agar mampu menjadi kontributor sistem operasi negri sendiri, BlankOn.

Namun, hei! Sebuah BlankOn tidak cuma perlu programer, tetapi juga artis untuk citra, artis untuk suara, penulis dokumentasi, perancang infrastruktur, promotor (tukang promote), dan lain-lain. Sebagai contohnya Tim Kesenian yang menjadi bagian dari Tim Pengembang BlankOn. Tim Kesenian ini bertugas membuat artwork berupa tema, wallpaper, ikon, splash screen, musik, dan lain-lain yang berhubungan dengan seni dalam BlankOn. Nah, ada banyak tempat, bukan? Kita bisa bergabung dengan memberikan apa yang kita bisa. Paling tidak sekadar memberikan komentar melalui tiket di situs pengembangannya. Lebih lanjut tentang pengembangan BlankOn, silakan kunjungi http://dev.blankonlinux.or.id. Ingat, ini bisa kita lakukan secara gotong-royong.
Bahasa Indonesia
Hanya proyek BlankOn? Tidak! Open source itu luas sekali. Bahkan kita bisa membuktikan rasa cinta kita terhadap Bahasa Indonesia dengan ikut serta menerjemahkan antarmuka aplikasi-aplikasi open source. Ini sangat bermanfaat untuk kita yang ingin mengasah kemampuan Bahasa Indonesia sekaligus Bahasa Inggris. Karena mau tidak mau sambil menerjemahkan, kita pasti membaca kamus. Ini bisa menjadi ajang mempromosikan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Juga ajang besar mengenalkan istilah-istilah Bahasa Indonesia bidang TI kepada orang awam. Selain itu, ini ajang besar untuk mengoreksi hasil terjemahan orang lain yang salah dan telanjur dipaketkan ke aplikasi yang sudah pula dipakai orang banyak. Secara umum bisa disebut ajang untuk membuktikan nasionalisme kita di bahasa Indonesia dan TI. Manfaat lainnya adalah nama Anda akan dicantumkan di aplikasi yang Anda terjemahkan. Yup, ini untuk yang haus pengakuan.

Menerjemahkan adalah jalan bagus untuk memupuskan 'benci Bahasa Indonesia' atau anggapan busuk 'Bahasa Indonesia tidak keren'. Karena hanya dengan melakukan sendirilah kita akan mengerti. Betapa indahnya bahasa kita sendiri. Akhirnya kita jadi lebih sayang kepada Bahasa Indonesia (membanggakannya lebih dari bahasa asing). Kalau sudah bangga maka tiada lagi anggapan tidak keren. Wow, kalau banyak pemuda mau melakukan ini, pasti punah itu kebiasaan menyingkat kata-kata. Karena dengan melakukan ini kita akan mengerti bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang bangga akan bahasanya sendiri. <19 Desember 2010: 22.21> Ini juga bisa kita lakukan secara gotong-royong. Cukuplah arah untuk penerjemahan open source.
Dokumentasi
Hanya menerjemahkan antarmuka? Tidak juga. Bagi Anda yang suka menulis, Anda bisa ikut serta menerjemahkan/menyusun dokumentasi aplikasi-aplikasi open source. Apa bedanya dengan yang sebelumnya? Kalau yang tadi kita menerjemahkan “antarmuka aplikasinya”, sekarang kita menerjemahkan “dokumentasinya”. Menerjemahkan dokumentasi di sini maksudnya adalah menerjemahkan dokumentasi dari aplikasi-aplikasi berbahasa Inggris ke Bahasa Indonesia. Nah, dokumentasi itu banyak macamnya. Bisa Help, tutorial, user guide, guide book, FAQ, dan lain-lain.

Sambil menerjemahkan, kita bisa belajar banyak hal tentang piranti lunak. Tidak cuma itu. Manfaatnya adalah ini bisa kita jadikan ajang latihan menulis secara terstruktur (rapi) dan sesuai EYD! Karena pastilah ini butuh kemampuan menulis dan menerjemahkan. Manfaat lainnya adalah melatih kesabaran karena dokumentasi itu banyak sekali isinya. Dan tiap-tiap piranti lunak punya dokumentasi sendiri. Banyak, bukan? Tetapi ini bukan halangan! Ini malah tantangan dan bahkan lahan, mengingat banyaknya pemuda kita yang punya energi besar. Kalau diarahkan ke sini, niscaya tidak akan kurang jumlahnya. Justru bisa jadi ajang pengembangan bakat menulis. Wiiih, seru!
Budaya Baca-Tulis
Yang saya harapkan adalah ketika seseorang mulai menjadi penyusun dokumentasi (tentu sambil dibantu teman-temannya), ia akan mulai menyadari betapa pentingnya “membaca”. Betapa tujuan keberadaan dokumentasi adalah untuk dibaca saat pengguna membutuhkan. Ketika seseorang itu sudah menyusun beberapa dokumentasi, hatinya terusik ketika melihat orang-orang tidak mau membaca dokumentasi ketika kesulitan. Hatinya akan panas melihat orang yang menggunakan piranti lunak sedikit-sedikit panik, sedikit-sedikit takut, sedikit-sedikit manja, dan sebagainya. Hatinya tergerak untuk membudayakan MEMBACA di kalangan pengguna biasa – mulai anak kecil sampai dewasa. Entah caranya dengan bicara langsung kepada mereka, mengadakan penyuluhan, membentuk kelompok kecil (seperti Aliansi Cakrawala dan saya), memberi contoh, atau cara kreatif lainnya. Inilah mimpi saya sekaligus mimpi banyak orang yang ingin mengubah budaya dengar-bicara menjadi baca-tulis di negri ini. Wow, justru dengan open source saya rasa itu bisa tercapai. Asalkan ada kemauan besar. Lha, pemuda-pemuda kita sudah memiliki kemauan besar itu. Malah kuat sekali plus energi plus semangat. Yang tidak ada cuma arahnya. Nah, di sini saya harap Anda tergerak untuk ikut serta.

Kita pun bisa menyosialisasikan Bahasa Indonesia yang baik dan benar lewat sini. Selain itu, juga bisa mengoreksi kesalahan-kesalahan penulisan/ejaan oleh penyusun dokumentasi sebelumnya semisal “di bantu” atau “dimana”. Wah, sambil belajar Bahasa Indonesia, dong? Tepat. Dan sekali lagi, kita bisa lakukan semua ini secara gotong-royong.

Kreativitas
Hanya itu? Tidak. Ada satu hal penting yang perlu dibina secara serius: kreativitas. Untuk jadi pengembang suatu piranti lunak open source, setidaknya kita tahu aplikasinya dulu. Lebih baik jika pernah menggunakannya. Bagaimana jika belum tahu sama sekali? Harus tahu dulu? Tidak. Kita bisa bergabung ke komunitas open source mana pun yang kita mau meski kita tidak memiliki kemampuan TI apa pun. Kita bisa menyumbangkan apa yang kita sanggup, misalnya ide. Modal dasarnya adalah kemauan (cocok, bukan?). Dari kemauan, Anda mencoba (misalnya Krita), lalu Anda terbiasa, lalu Anda suka (tresna jalaran saka kulina), akhirnya Anda ingin berkontribusi. Nah, kreativitas di sini mencakup cara-cara Anda mengatasi keterbatasan yang ada semisal belum punya komputer sendiri atau belum tahu apa-apa tentang TI. Kreativitas juga mencakup kapabilitas Anda dalam mewujudkan ide, memoles gagasan, menyampaikan pendapat (wah, demokrasi!), menciptakan karya, memutar dana, dan lain-lain. Dan kreativitas tidak terbatas pada kegiatan Anda di TI/open source saja, melainkan dunia nyata atau kehidupan sehari-hari juga. Namun Anda bisa mulai melatih kreativitas Anda di sini. Semua tergantung kemauan Anda. Asalkan tidak punya prasangka buruk, semua bisa. Jadi, kreativitas yang dimaksud adalah kreativitas sebagai pengguna dan sebagai pencipta.

Berhenti sampai situ? Tidak. Dari open source Anda bisa belajar bahwa dari keterbatasan bisa lahir karya yang amat mengesankan. Bagaimana bisa? Faktornya adalah kreativitas. Coba lihat open movie Elephant Dreams, Big Buck Bunny, dan Sintel. Atau ciptaan negri sendiri semisal Hebring atau Gwen. Anda bisa melihat bahwa dari piranti lunak gratis (yang banyak diledek orang) pun manusia bisa menciptakan karya yang indah. Kuas bukan alat bagi orang kreatif. Kreativitaslah alat sesungguhnya.

Berhenti sampai situ? Tidak. Ingatlah bahwa kreativitas yang terarah akan menghasilkan karya-karya yang hebat. Nantinya bisa pula dipakai mencari nafkah dan yang penting: memecahkan masalah kehidupan sehari-hari dengan biaya seringan mungkin. Negri ini butuh generasi kreatif dan kitalah yang berhak mengisinya. Ingat, kita bisa keluar dari konteks open source untuk kreativitas. Misalnya karena ingin berkontribusi kepada pengembangan GIMP, kita bergerak untuk jualan koran dan uangnya dipakai buat biaya internetan. Atau saking inginnya punya komputer (buat belajar modeling 3D), jadi mau mendaur ulang kertas bekas untuk dijual terus uangnya ditabung. Lho, asalkan mau membuka pikiran, semua bisa saja terjadi. Anak-anak Aliansi Cakrawala bersama saya bahkan mau menjadi pemulung untuk biaya belajar TI. Jadi? Kenapa masih ragu? Kenapa malu jadi orang kreatif? Ini pun bisa kita kerjakan secara gotong-royong. Banyak kesempatan! Banyak contoh! Kita tidak sendirian untuk menjadi insan kreatif!

Ekonomi Kreatif
Hanya sampai menggunakan dan mengembangkan program? Tidak. Kita bisa mencari uang dengan kegiatan mendukung open source ini. Misalnya? Jasa menghapus virus di ufd, jasa instalasi Linux, jual DVD repositori, jual CD Linux, jual merchandise Linux, membuat film 3D, membuat animasi, membuat desain undangan, membuat desain kaos distro, jasa pelatihan Linux, jasa bikin situs web pakai PHP, jasa bikin website dengan Joomla!/Wordpress, bikin komik pakai GIMP, bikin majalah pakai Scribus, menulis buku tutorial, jual buku-buku open source, dan ide-ide kreatif lainnya. Ide-ide untuk membangun wirausaha kreatif akan lahir dari pemuda-pemuda kreatif seperti Anda. Asalkan tidak berprasangka buruk, semua bisa. Buka pikiran dan buka peluang sendiri!

Membangun Mental
Cukup sampai situ. Ada arah khusus yang tidak menyentuh sisi teknis seperti di atas. Yang tidak menyentuh sisi teknis ini justru yang amat penting bagi pengembangan mental pemuda-pemuda bangsa. Dari sini kita bisa mengarahkan diri untuk menggali manfaat open source sebanyak-banyaknya. Manfaat yang bisa diambil beragam tergantung kreativitas manusianya. Salah satu manfaat nonteknis yang sangat penting yaitu memperkuat rasa cinta tanah air. Manfaat lainnya pun ada semisal latihan dini memberantas korupsi. Kok bisa? Sedikit kilas balik, dari namanya sudah terlihat: open source = sumber terbuka. Keterbukaan baik dari piranti lunak maupun sumber daya manusianya nyata di open source. Ini sangat baik untuk melatih mental pemuda agar tidak ikutan menutup-nutupi seperti maling devisa negara. Tentu kita mendambakan negara yang bebas dari korupsi, bukan? Nah, ini salah satu jalan untuk membina diri sejak dini agar jadi orang yang terbuka, transparan, dan tidak mata duitan. Berikut saya tunjukkan satu per satu.

Antisuap-menyuap
Ingatkah kebusukan berwujud suap-menyuap yang berlaku majemuk di negri ini? Kebusukan yang menyebabkan orang yang berhak bersekolah tersingkir, orang yang bersalah berat bebas, orang yang melarat tambah sekarat, orang yang benar disalahkan, dan orang yang cinta negara malah dihinakan dalam penjara. Suap-menyuap adalah wujud kolusi yang amat buruk dampaknya bagi masa depan bangsa karena mengakibatkan
1. ketidakadilan;
2. kekacauan pada sistem pemerintahan;
3. hancurnya hukum & remuknya kredibilitas nasional;
4. pemujaan sifat mata duitan;
5. penomorsatuan egoisme;
6. pendewaan sikap tidak peduli terhadap orang lain;
7. rusaknya manajemen;
8. dosa besar.

Sayangnya, di open source tidak berlaku itu yang namanya suap-menyuap. Dengan menjadi pemuda open source, kita akan belajar bahwa uang memang penting tetapi bukan yang terpenting – setidaknya begitu kata Joger. Kita akan belajar untuk peduli terhadap orang lain. Kita juga belajar untuk menyayangi negri ini, bukan malah menghancurkannya dengan sikap pro-mencuri alias suap dan korupsi. Kita akan mulai mengikis sikap memikirkan diri sendiri. Kita akan belajar bahwa yang paling penting adalah menjadi manusia yang memberi manfaat bagi manusia lain. Dan dengan demikian, kita jadi manusia yang antisuap-menyuap.
Suap-menyuap adalah faktor pelancar jalannya kehendak dengan uang. Ini ada di kalangan birokrat, aristokrat, pokonya lembaga-lembaga yang isinya orang gak tayoh. Orang-orang yang ditipu oleh duit sampai lupa rakyatnya. Orang yang menyogok agar rmemperoleh kekuasaan, agar dapat kehormatan, agar dapat jabatan, bahkan sekarang menyogok untuk masuk sekolah. Atau menyogok untuk ijazah. Semuanya dikarenakan bobroknya si penyuap dan si tersuap. Kebobrokannya ada karena pendidikan yang salah: segala hal dinilai via materi. Dinilai dengan “berapa duit yang kudapat kalau aku kerjakan itu?” Kalu tidak ada duit, buat apa aku membantu orang lain? Sebuah sikap yang jelas bertentangan dengan Pancasila.

Bagaimana dengan open source? Di open source, uang bukan segalanya. Linux dibuat karena keinginan berbagi. Proyek GNU ada karena empunya proyek frustrasi dengan piranti lunak yang di-uang-kan. BlankOn ada dengan tujuan memudahkan pengguna komputer. Jika pemuda diarahkan ke open source, mereka akan belajar bahwa yang nomor satu itu adalah bagaimana menjadi manusia yang memberikan manfaat kepada manusia lainnya. Bukannya manusia yang seumur hidup cuma mengeruk keuntungan dari orang lain atau orang yang hidupnya enak-enakan doang. Ya, memberi manfaat seperti Rasmus Lerdorf dengan pHp, Miduel de Icaza dengan GNOME, Matthias Ettrich dengan KDE, Richard Stallman dengan GNU, Eric Steven Raymond dengan Open Source, Onno Widodo Purbo dengan internet di Indonesia, dan lain-lain. Mereka semua contoh orang yang lebih mendahulukan manfaat daripada uang. Dari sini, kita bakal belajar bahwa uang dan kekuasaan bukanlah yang terpenting. Yang penting ya, itu tadi.
Di open source kita belajar peduli terhadap orang lain, menghargai orang lain, saling membantu, dan mempromosikan desentralisasi. Artinya open source itu mandiri, tidak diatur oleh siapa-siapa. Tidak ada yang sok kuasa meski tetap ada koordinator yang tugasnya mengingatkan jadwal. Tidak ada kesempatan untuk serakah, apalagi suap-menyuap.
Jadi, open source adalah lahan basah untuk melatih generasi muda dalam memerangi suap-menyuap. Apa lagi yang kita tunggu?

Antikorupsi
Ingat juga dengan yang satu ini? Kata yang mengubah Indonesia: korupsi? Sebuah mentalitas yang busuk dan membusukkan. Sebuah awal dari akhir. Kerajaan yang zalim. Kekuasaan buta yang amat kejam. Selamat datang di negeri penuh dendam.
Korupsi betul-betul tindakan tidak bermoral yang jahat dan membinasakan. Betapa tidak? Gara-gara ini rakyat melarat (siapa tidak tahu?) sekarat. Uang BOS dibagi-bagikan ke oknum tertentu sampai murid kurang mampu malah tidak dapat sepeser pun. Uang APBD dipakai jalan-jalan ke luar negri. Uang pajak dihitamkan untuk senang-senang. Devisa negara diutil untuk bangun rumah di mana-mana. Sementara rakyat lapar dan terhina. Sementara rakyat merangkak dalam gelap dan perih. Sementara orang sehat dilarang sakit dan orang miskin dilarang pandai. Wow, sukma kehancuran. Korupsi sangat buruk dampaknya!
Kok bisa korupsi? Pendidikan yang salah: segalanya dinilai dari materi. Serta mental tidak peduli terhadap orang lain alias hiperegois. Runyamnya adalah ketertutupan berbagai pihak yang membuat pelaku korupsi sukar dilacak. Jeleknya lagi ada kerjasama saling menutup-nutupi kesalahan di antara wakil. Matamu buta? Lihatlah rakyatmu terkapar kena sakit kena utang tidur di parit. Rakyatmu tidak punya tempat tinggal. Dan kau enak-enakan memakan hartanya? Sejak kecil kau sudah bangsat, wahai, kau, pencemar negara yang durhaka! -- terinspirasi dari Rendra.

Korupsi adalah masalah serius negara ini. Sampai-sampai Pak Presiden membuat KPK. Banyak pak pejabat di lembaga tinggi ditangkap karena terbukti korupsi. Itulah tandanya lembaga yang kita percaya sebetulnya banyak malingnya. Penipu yang pantas dihukum seberat-beratnya. Tetapi KPK terus-terusan menjaring pencuri lainnya. Percuma? Ya kalau mau memberantas benar-benar. Tidak akan total selama mental busuk itu ada dan menurun ke generasi berikutnya. Jadi? Hancurkan mental busuk itu dan gantilah dengan mental yang baik. Mental yang dimiliki orang seperti Soekarno. Mentalitas abdi bangsa sejati. Antikorupsi! Karena kita lebih cinta negara daripada dana.

Bagaimana caranya? Open source, kawan. Dengan open source – sekali lagi – kita belajar memikirkan orang lain. Kita belajar merasakan apa yang dirasa orang lain. Kita akan saling berbagi, saling memberi. Kita lebih memikirkan manfaat apa yang diberi kepada orang lain daripada berapa uang yang kita terima. Kita akan jadi orang-orang yang terbuka karena terbiasa bicara apa adanya (open = terbuka, source = sumber) dan bekerja apa adanya. Keterbukaan amat penting karena ialah wujud kejujuran. Segala birokrasi tertutup, semua perputaran dana terselubung, hasilnya adalah korupsi yang mengakibatkan bangsa miskin biaya miskin hati. Kesadaran bahwa uang penting tetapi bukanlah yang terpenting itu yang harus ditanamkan. Kita sendirilah yang memanam dalam diri kita masing-masing.

Dengan belajar mengembangkan open source kita bisa mengasah keterbukaan, kesederhanaan, kerendahan hati, dan kepedulian. Kita bisa mengawali latihan antikorupsi di sini. Mulai dari mana? 1) Dari latihan antikorupsi waktu, karena pengembangan pasti berjadwal. 2) Dari memakai aplikasi open source itu sendiri. Karena memakainya berarti mengurangi pembajakan. Pembajakan adalah pencurian. Dan karenanya pembajakan merupakan bentuk lain dari korupsi. 3) Dengan ikut menerjemahkan antarmuka aplikasi. Kita akan belajar jujur berbahasa Indonesia dengan tidak mengorupsi huruf dan tidak mengorupsi tata bahasa. Terlebih lagi, open source sarana untuk membuktikan cinta kita pada Tanah Air. Tentu dengan mengembangkan aplikasi sendiri (kalau sudah mampu memrogram) yang khas Indonesia atau ikut serta meng-Indonesiakan aplikasi-aplikasi yang sudah ada. Banyak sekali kesempatan!

Akhirnya dari kemuan keras diri sendiri kita mau memerangi korupsi dari wujud yang paling sederhana. Dari waktu, pembajakan, dan kegiatan menulis. Dengan alatnya: open source.

Semangat Gotong-Royong
Kitalah Bangsa Indonesia. Bangsa yang (dulu) memiliki budaya agung gotong-royong. Sekarang? Terlihat jelas bahwa semangat itu memudar digantikan oleh semangat kebut-kebutan, semangat korupsi, semangat individualistis, semangat bangga akan budaya asing. Ke mana perginya semangat gotong-royong kita? Hilang? Tidak.
Semangat itu masih ada. Masih tersimpan dalam hati tiap-tiap generasi Indonesia tua ataupun muda. Yang jadi masalah hanya kurangnya kepedulian untuk menarik semangat gotong-royong yang terpendam itu keluar. Pemuda-pemuda kita butuh orang yang mau mengajak mereka keluar rumah dan bergotong-royong melakukan hal-hal bermanfaat. Di sini saya secara terbuka menunjukkan keunggulan open source yang dapat kita manfaatkan sendiri untuk kebaikan kita. Bisa? Tentu.
Ada banyak pemuda yang rasa sosialnya bagus (modal gotong-royong), tetapi tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ada lagi yang sudah tahu potensi sosial dalam diri, tetapi keliru mengarahkan potensinya ke tempat seperti perkelahian. Dengan ikut serta dalam pengembangan open source, kita otomatis bergotong-royong mengembangkan piranti lunak gratis yang bermanfaat bagi kita sendiri. Tentu saja gotong-royong sangat diperlukan dalam pengembangan open source. Mulai dari pemrogramannya, testingnya, debugging-nya, art-nya, promosinya, penyosialisasiannya, dukungan teknisnya, dan lain sebagainya. Semua bagian memerlukan massa yang banyak. Nah, kabar baiknya: posisi ini masih banyak yang kosong. Kesempatan bagus bagi kita untuk berkarya di masa muda.

Dengan mengikuti pengembangan open source, kita otomatis pula membina diri untuk menemukan bakat kita masing-masing. Ya, karena dengan disuguhi bagian-bagian pengembangan seperti tadi, kita akan merenung “apa yang bisa kulakukan untuk ikut serta?” Dari sini saya harap Anda tidak langsung ikut jadi pengembang tetapi mulai mencari bakat terpendam Anda dulu. Caranya sangat beragam. Nah, kalau sudah ketemu, masuklah kembali sebagai pengembang yang posisinya cocok dengan bakat Anda. Saya harap pula Anda memberontak dengan langsung ikut melamar jadi anggota pengembang dan dalam proyek pengembangan Anda menemukan bakat Anda. Wow, indah sekali!

Kemudian karena Anda ikut mengembangkan, Anda otomatis pula melakukan kerja secara gotong-royong. Berkoordinasi dengan pengembang lainnya, melaksanakan tugas, menepati jadwal, rapat lewat kanal IRC, atau mengajak teman Anda ikut jadi pengembang juga. Bisa jadi Anda yang ikut Tim Promosi berkolaborasi dengan sponsor, berbincang dengan pengguna secara langsung, mengadakan seminar, mengadakan Lokakarya, dan lain-lain. Wah, bisa saya bayangkan itu kehidupan yang seru!
Dari keikutsertaan Anda di proyek pengembangan open source, semangat gotong-royong kita akan mulai memanas lagi. Apalagi jika Anda tidak sendirian dan kenyataannya memang demikian. Semakin banyak yang ikut, semakin banyak semangat gotong-royong terkumpul. Lalu dibina bersama dan jadilah masyarakat gotong-royong. Wow!
Persatuan
Masih ingat dengan akibat SARA? Ada macam-macam. Saling caci, saling hina, perkelahian, baku hantam, pertempuran antarsuku, percekcokan antarras, kekacauan, kebrutalan, adanya orang cacat permanen, lalu kematian. Apa ini indah? Tidak.
Banyak pemuda gemar mencemooh orang lain hanya karena perbedaan warna kulit. Bahkan ada beberapa teman saya tertawa ketika melihat foto orang yang warna kulitnya beda dari mereka. Banyak orang memandang remeh orang lain hanya karena perbedaan ras. Ada pemuda mencibir orang lain karena perbedaan logat. Banyak pemuda meremehkan suku lain. Banyak sekali percekcokan antarumat beragama. Bahkan ada orang sampai berkelahi gara-gara tidak tahan dihina orang yang mempermasalahkan perbedaan rambut. Semua gara-gara provokasi. Gara-gara hal sepele: perbedaan. Dan kalau sampai saat ini masih ada yang seperti itu, berarti bangsa kita belum bersatu.
Itu terjadi karena kita tidak menyadari keberadaan fitrah: perbedaan. Kita tidak perlu mempermasalahkan perbedaan agama, ras, suku, bangsa, warna kulit, bentuk rambut, dan logat. Yang perlu dipermasalahkan adalah cara kita menyikapi perbedaan itu. Bagaimana dengan perbedaan itu kita majukan Indonesia ini. Dan bagaimana kita bisa bertoleransi terhadap adanya perbedaan. Bagaimana bisa? Dengan menyingkirkan egoisme. Saya pikir, ego-lah yang membuat kita merasa lebih baik daripada orang lain. Sehingga besarnya ego akan membuat kita “jijik” kalau melihat orang lain yang berbeda dengan kita. Bagaimanakah menyingkirkan egoisme? Salah satu caranya dengan ikut mengembangkan open source.

Saya belajar bahwa dalam open source sendiri ada sangat banyak perbedaan. Misalnya saja (maaf) KDE dan GNOME. Atau perbedaan jenis lisensi mulai dari GPL, GPL v.2, GPL v.3, LGPL, BSD License, MIT License, Mozilla License, dan sangat banyak lainnya. Padahal sewadah free software dan open source. Dan di luar itu ada perbedaan yang jauh lebih besar yaitu open source dengan non-open source. Dari situ saya ambil banyak pelajaran tentang perbedaan. Bahwa perbedaan bukan menjadikan kita pecah tetapi malah satu. Itu dari perbedaan yang besar-besar.

Ada perbedaan yang kecil-kecil. Misalnya dalam satu kelompok pengembang. Katakanlah proyek BlankOn. Ada yang bagian memprogram, memaketkan, merancang infrastruktur, menjaga pabrik, mengurus repositori, menjamin kualitas, menjalankan distribusi, melakukan promosi, memberi dukungan teknis, dan lain-lain. Semua itu dipegang orang-orang yang berlainan. Baik dari sifat, kemampuan, bakat, usia, tempat tinggal, suku, maupun ras (meski tetap sebangsa). Nah, perbedaan dalam skala kecil ini yang saya soroti. Kalau kita mau bergabung di pengembangan BlankOn, maka kita akan mengenal orang-orang yang berlainan. Bermacam sifat dan beragam cara berpikir. Masih ada hubungan dengan gotong-royong, kita akan belajar menghargai perbedaan. Bagaimana bisa? Saya ambilkan satu sudut pandang: kalau kita sudah melihat sendiri manfaat yang mereka berikan kepada orang lain, kita akan hormat meskipun dia dan kita berbeda. Ini cara yang bagus untuk mendidik diri sejak dini menoleransi perbedaan.

Hanya di BlankOn saja? Tidak. Masih ada proyek pengembangan sistem operasi lainnya semisal IGOS Nusantara, Poci, Buaya, Kuliax, Ubuntu, Fedora, openSUSE, Debian, Knoppix, dan kawan-kawan. Hanya pengembangan sistem operasi? Tidak. Masih ada proyek pengembangan piranti lunak tunggal semisal Inkscape, GIMP, Scribus, Gparted, Okular, Krita, MyPaint, Celestia, dan kawan-kawannya. Hanya pengembangan piranti lunak tunggal? Tidak. Masih ada proyek pengembangan piranti lunak majemuk (besar) seperti lingkungan destop GNOME, KDE, XFCE, kompositor destop seperti Compiz, dan kawan-kawan. Hanya piranti lunak majemuk? Tidak. Masih ada penampung proyek penerjemahan antarmuka aplikasi-aplikasi open source (ini jelas bidang bahasa) semisal Launchpad Translations atau GNOME Live. Hanya penerjemahan? Tidak juga. Masih ada proyek di luar pengembangan open source sendiri semisal Durian (yang bekerja membikin animasi dengan piranti lunak open source), SerulingProject (pemuda-pemuda Indonesia yang mau bikin open movie khas Indonesia dengan open source), Hebring (adiwirawan Indonesia yang diwujudkan dengan open source), dan lain-lain. Hanya itu? Masih ada studio animasi yang memakai piranti lunak open source semisal Pongo dan lain-lain. Sudah? Masih ada komunitas pengguna suatu piranti lunak yang saling berbagi melakukan hal bermanfaat semisal BlenderIndonesia. Berakhir? Tidak. Yang lain masih ada banyak (karena terbatasnya pengetahuan saya) dan ada satu yang akan hadir: dari Anda. Wow, tidak terasa. Banyak sekali perbedaan di open source! Dari mencoba bekerja di salah satunya kita sudah bisa belajar mengenai perbedaan, kok. Asalkan mau mencoba.

Sambil mengembangkan kita bergotong-royong, saling membantu, saling mengenal, dan saling menoleransi. Kemudian kita saling menguatkan. Kemudian setelah “jauh berjalan”, kita “menoleh ke belakang”, dan kita “melihat” sudah tidak ada lagi semangat untuk mencaci perbedaan. Yang tersisa hanya semangat gotong-royong. Dan ... akhirnya kita bersatu. Apa ini indah? Ya.

Saya coba arahkan Anda ke BlankOn saja. Karena begitu banyaknya proyek yang tersedia untuk dimasuki, mungkin Anda akan bingung “dari mana saya memulai?” Tidak usah bingung. Sebagai permulaan, silakan masuk dev.blankonlinux.or.id dan hayati betapa bangsa kita begitu berbeda tetapi tetap satu juga. Dari sini saya harapkan persatuan tercapai dan menjadi kuat karena kita saling menguatkan. <25 Desember 2010: 11.50>

Budaya
Ada hal lain yang belum tersentuh di persatuan? Ada, budaya. Banyak juga pemuda yang tidak mengerti, mencemooh budaya suku selain suku mereka. Menghina budaya khas Indonesia dan membanggakan budaya asing semisal anime. Saya kira ini sayang sekali. Ketika saat ini Indonesia mengalami degradasi budaya di mana-mana, kita malah bersatu padu menghancurkan budaya kita sendiri. Tandanya kita tidak cinta budaya sendiri.
Ini masih berhubungan dengan persatuan. Saya beri contoh. Lihatlah BlankOn (lagi). Ia sistem operasi yang disengaja agar berasa Indonesia. Dimulai dari kode nama tiap rilis, lalu pemakaian antarmuka Bahasa Indonesia, dokumentasi berbahasa Indonesia, artwork khas Indonesia, kemampuan menulis aksara-aksara daerah (semisal Aksara Bali), dan sebagainya. Saat ini, belum banyak rasa Indonesia yang dimasukkan ke BlankOn. Karena jumlah pengembang yang masih terbatas dan banyaknya pemuda yang belum tahu serta banyaknya orang yang tidak mau tahu. Ya, saya ingin pemuda-pemuda Indonesia bersatu di BlankOn, memolesnya hingga berasa Indonesia. Kita lestarikan budaya kita lewat TI dengan BlankOn.

Harapan saya sih, nantinya rasa Indonesia akan banyak diintegrasikan ke BlankOn semisal kemampuan penulisan Aksara Jawa, antarmuka 100% berbahasa Indonesia, dokumentasi 100% berbahasa Indonesia, dan BlankOn dipakai oleh sebagian besar pemuda kita. Sebagai sistem operasi khas kebanggaan Indonesia. Ini bisa hadir jika pemuda-pemuda kita mau bersatu dalam open source. <22 Desember 2010: 18.50>
Yang saya pikirkan, pemuda-pemuda melakukan lokakarya buat menampung ide-ide kreatif untuk BlankOn. Terutama sekali ide-ide brilian untuk memoles Linux agar sungguh-sungguh mudah dipakai bahkan tanpa mikir sekalipun. Saya sangat yakin potensi besar yang disimpan pemuda-pemuda kita bakal hadir dalam wujud ensiklopedia wayang digital, piranti lunak untuk pelajaran sekolah, program pengelola server, karya seni khas Indonesia, musik khas Indonesia, perpaduan batik dengan antarmuka BlankOn, perpaduan motif khas Indonesia dengan wallpaper BlankOn, bahkan puisi, majalah digital BlankOn, dan lain-lain. Saya yakin mereka menyimpannya dan open source-lah jalan buat melatih diri agar “potensi-potensi besar” itu keluar. Dari situ, kita semua melakukan peribahasa

Sekali merangkuh dayung, dua – tiga pulau terlampaui.

Mengapa? Karena sambil belajar TI, kita menemukan bakat, kita buktikan rasa cinta tanah air, kita bersosialisasi, kita memberi, kita berbagi, dan kita berkarya. Wow! Kita mesti bekerja sama. Antara pemuda dengan pemuda, pemuda dengan generasi tua. Saya pikir dengan demikianlah kita akan menjumpai pemuda-pemuda yang tadinya berseteru menjadi damai dan bersatu. Pemuda yang kosong menjadi berisi. Pemuda yang tidak saling mengenal menjadi kawan akrab. Dan semua bersatu buat Indonesia. Akhirnya budaya gotong-royong membangun bangsalah yang mengantar kita pada cita-cita kita, yang tercantum di alinea keempat. Kita buktikan sendiri bahwa kita bangsa mandiri. Akhirnya, kita terlatih untuk mencinta budaya kita sendiri. Tiada lagi cemooh untuk luhurnya budaya sendiri.

Ayo Open Source!
Jadi? Saya berharap Anda mau open source setelah membaca sampai baris ini. Kemudian akan saya lanjutkan dengan pertanyaan khas semua pemuda

Apa yang harus kita lakukan?

Sabar. Mari saya jelaskan satu per satu. Saya mulai dari yang benar-benar belum kenal open source. Pertama-tama, siapkan mental mandiri. Mental mandiri yang bagaimana? Mandriri dalam arti mau menyelesaikan sendiri masalah yang dialami ketika belajar open source. Karena kalau sedikit-sedikit mengeluh, sedikit-sedikit tanya, sedikit-sedikit malas buka kamus, maka hasilnya nol besar. Orang mandiri (produksi>konsumsi) beda dengan orang manja (konsumsi>produksi). Mengerti? Cukup sampai di situ. Kemudian kedua, pilih salah satu dan kerjakanlah.

Coba instal aplikasi open source semisal Inkscape.
Gunakan OpenOffice.
Coba main-main dengan GIMP.
Cobalah Linux (tidak harus diinstal). Anda bisa mulai dari BlankOn jika ram > 256 atau Slitaz jika ram < 256.
Instal Linux. Mulai dari BlankOn.
Baca buku tentang BlankOn.
Tambah wawasan tentang open source dari bebas.vlsm.org.
Baca majalah gratis Ubuntu Full Circle Magazine.
Baca majalah InfoLINUX (gratis di bebas.vlsm.org).
Baca buku pemrograman C++.
Baca tutorial HTML.
Coba kompil kernel.
Coba menulis artikel.
Praktikkan perintah-perintah bash.
Bergabunglah ke Launchpad.
Kunjungi Dev.blankonlinux.or.id, lihat tiket-tiketnya.
Baca dokumentasi program Nautilus.
Baca peraturan.
Dapatkan berkas MO atau POT dari live.gnome.org.
Gunakan Thunderbird untuk e-mail.
Gabung ke milis tanya-jawab@linux.or.id.
Ganti pemakaian Facebook dengan e-mail.
Ajak teman untuk alih Facebook ke e-mail.
Cari tahu siapa itu Onno Widodo Purbo.
Cari tahu siapa Kosasih Iskandarsjah.
Cari tahu siapa itu I Made Wiryana.
Cari tahu siapa itu Anton Raharja.
Unduh satu berkas dari kambing.ui.ac.id.
Instal aplikasi Linux dari server repositori.
Ganti Facebook dengan DeviantART.
Intinya adalah pelajari open source dahulu. Lalu ikuti salah satu proyek open source. Saran saya sih, ikutlah menerjemahkan di Launchpad Translations. Menyenangkan dan bermanfaat. Saya kira cukuplah daftar apa yang harus dilakukan.

Fleksibilitas Ajakan
Di sini saya mengajak Anda untuk mendukung open source bukanlah untuk menafikan keberadaan piranti lunak proprietari. Kita bebas memakai aplikasi gratis seperti SketchUp, DeepBurner, Gigaget, Maxthon, IZArc, Process Explorer, Ccleaner, trueSpace, DAZ 3D, Yahoo! Messenger, Unreal Development Kit, dan lain-lain. Kita bebas juga membeli piranti lunak asli seperti CorelDRAW, Photoshop, DreamWeaver, Flash MX, Illustrator, AutoCAD, Maya, Cinema4D, FruityLoops, dan sebagainya. Kita tidak harus 100% memakai aplikasi open source. Yang saya titik beratkan adalah berpikir terbuka, tidak hanya dengan satu sudut pandang saja. Saya mau kita tidak terpaku oleh sebuah paradigma. Kita mesti fleksibel terhadap keadaan apalagi keterbatasan. Inilah mengapa saya mengajak Anda untuk mengganti Facebook dengan DeviantART.
Jadi, dengan semangat open source, kita bangun negri ini dari sisi yang kita suka dan kta bisa. <22 Desember 2010: 21.03> Bersatu melestarikan budaya kita, membina masa depan kita, dari kita untuk kita. Mulai dari diri sendiri sekarang juga!

Akhir
Semoga apa yang saya tulis ini menggerakkan Anda untuk berkarya sekarang juga. Jadilah pemuda open source!

Pengayaan
Sesuai janji, saya berikan ini sebagai materi tambahan. Apa? Pembahasan mengenai paradigma produksi > konsumsi.
Paradigma yang banyak dimiliki pemuda kita adalah konsumsi > produksi. Inilah paradigma khas bangsa yang terjajah. Paradigma manja yang sangat diinginkan bangsa-bangsa kapitalis. Paradigma semacam inilah yang membuat kemalasan merajalela. Inilah sumber lemahnya daya saing bangsa kita. Supaya mudah dimengerti, berikut ini saya berikan contoh diferensial dari paradigma konsumsi > produksi.
Lebih suka menonton daripada ditonton.
Lebih suka disediakan daripada menyediakan.
Lebih suka menerima daripada memberi.
Lebih senang dilayani daripada melayani.
Hanya punya pikiran menikmati tanpa pikiran menciptakan.
Hanya punya pikiran belanja tanpa pikiran berkarya.
Tidak suka membaca.
Tidak mau menulis.
Tidak berani membuat perubahan.
Takut maju ke depan umum.
Ingin serba instan.

Masih banyak contoh diferensial lainnya. Saya beri contoh konkretnya: anak muda lebih sering menonton Naruto tanpa berpikir bagaimana cara membuatnya dan kemauan untuk membuatnya. Anak muda kini sangat dienakkan dengan komik-komik luar negri semisal manga. Mereka tidak pernah tahu nama besar R. A. Kosasih dan Ganes saking egoisnya penerbit yang cuma mau menerbitkan komik luar. Bangsa kita (yang punya potensi besar di dunia komik) jadi konsumeris dan matilah komikus-komikus lokal. Anak-anak muda mana peduli akan hal ini? Yang penting mereka enak baca Bleach, Scrooge, Law of Ueki, Detective Conan, dan lain-lain. Tidak pernah mau tahu langkah semestinya komikus untuk menyuarakan karyanya (alias produksi). Sifat seperti ini sangat merusak, bukan film atau komiknya. Hasilnya adalah kemanjaan kolektif jika tiada orang yang mau mengarahkan anak-anak itu untuk mengurangi konsumsi > produksi. Paradigma ini yang membuat suatu bangsa kehilangan daya saing akibat generasinya yang dimanjakan dan leha-leha.

Mata suatu generasi akan tertutup oleh bayang-bayang fantasi yang semestinya dipakai untuk melihat peluang mengembangkan potensi. Kupingnya akan tertutup suara hati kapitalis yang seenaknya mengadakan monopoli. Mulutnya akan tersumpal serapah atau rapalan mantra dari yang seharusnya dipakai untuk bicara menyampaikan aspirasi. Tangannya akan kehilangan energi saking seringnya menekan tombol TV untuk mengganti saluran, padahal tangan gunanya untuk kerja yang manfaat. Pokoknya, semua kerja otak akan terarah ke konsumsi. Sampai otot melemah dan mungkin jadi bangsa yang tinggal sejarah. Nantinya bangsa itu cuma sanggup mengonsumsi dan tiada lagi produksi. Utang terus sampai kiamat.


Mau?


Saya yakin semua orang yang sudi membaca sampai baris ini menjawab tidak. Tentu bangsa yang waras tidak akan mau “lahan kerjanya” diambil seenaknya oleh bangsa lain hanya karena diiming-imingi permen. Tidak mungkin bangsa yang madani mengaku swasembada tetapi paradigmanya masih konsumsi. Tidak mungkin juga kita terus menerus mengonsumsi. Jadi, apa yang mesti diganti? Paradigmanya. Dari konsumsi > produksi menjadi

produksi > konsumsi

Ya. Tidak ada jalan lain lagi. Itulah kunci Renaissance. Revolusi! Kita mesti berubah. Kita ganti pola pikir lama dengan pola pikir produksi > konsumsi. Pola pikir ini saya ungkapkan pada Lokakarya #1 Aliansi Cakrawala dengan Ridlo Widyanto, dengan mengingat revolusi industri di Eropa pada abad pertengahan. Saya ambil satu sisi positif dari revolusi industri. Dan saya simpulkan demikian, produksi > konsumsi.

Supaya mudah dipahami, saya berikan juga contoh diferensial dari produksi > konsumsi.
Tidak mengeluh.
Mandiri.
Kreatif.
Disiplin.
Tertib waktu.
Tidak peduli dengan ejekan orang lain.
Peka terhadap peluang.
Memanfaatkan kesempatan yang ada semaksimal mungkin.
Suka menghadapi kerumitan.
Senang mengatasi kesulitan.
Lebih suka memberi daripada menerima.
Lebih suka ditonton daripada menonton.
Lebih suka menyediakan daripada disediakan.
Lebih senang melayani daripada dilayani.
Pikiran utamanya adalah menciptakan.
Pikirannya berkarya > belanja.
Suka membaca.
Mau menulis.
Berani membuat perubahan.
Berani maju ke depan umum.
Suka yang tidak instan.
Tiada menyerah.
Terus menggali potensi diri.
Banyak bekerja sedikit bicara.
Kemudian? Kita harus memiliki paradigma ini. Memang tidak bisa langsung tercapai karena revolusi butuh waktu meski di kamus dikatakan “sangat cepat”. Tetapi mau tidak mau, kita mesti bergerak menuju Indonesia yang lebih baik. Dengan paradigma ini kita akan sanggup mencapainya.

Penanaman paradigma ini tidak bisa langsung jadi seperti sulapan. Tidak instan! Camkan itu. Penanaman paradigma ini bersumber dari diri kita masing-masing: mau atau tidak? Tidak perlu menunggu peran pemerintah. Tidak perlu mengandalkan menteri atau presiden. Semua berawal dari rakyat kecil memperjuangkan hidupnya. Semua harus dilakukan secara bertahap, sedikit demi sedikit, tidak tergesa-gesa, namun pasti. Dimulai dari menyingkirkan gengsi, rasa malu yang tidak perlu, lalu mencoba berjualan/mencipta. Bisa mengurangi jajan, mengurangi belanja baju, mengurangi konsumsi yang berlebihan. Lalu membiasakan hidup sederhana, sesederhana mungkin. Dan dari kesederhanaan itulah muncul segala yang indah. Termasuk juga paradigma.

Produksi > konsumsi tidak selalu bicara mengenai uang. Paradigma ini bicara mengenai sesuatu yang lebih berharga dan lebih hebat dari uang, sesuatu yang akhirnya bisa menghasilkan uang. Modal besar bangsa yang ingin maju. Apa? Mental! Mental produsen, mental mencipta, mental revolusioner, mentalnya orang-orang yang sadar. Dari metal yang bagus akan muncul daya cipta, kreativitas, kemauan-kemauan besar, semangat, dan segala yang berhubungan dengan kemakmuran.

Jika Anda jeli, Anda akan menemukan bahwa di seluruh tulisan saya terdapat semangat produksi > konsumsi. Saya berharap paradigma produksi > konsumsi dapat merasuk menggantikan paradigma konsumsi > produksi lewat tulisan ini. Atau setidaknya ini menyadarkan Anda yang belum pernah diajak berpikir seperti ini. Renungkan bahwa Anda pun bisa memulai revolusi dari dalam diri sendiri.

Mulai dari diri sendiri sendiri sekarang juga!

ademalsasa

Jumlah posting : 1
Join date : 2011-01-10

Back to top Go down

Back to top

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum